Candi Muara Takus Berlambang Budha Gautama

JarNas – Candi Muara Takus adalah peninggalan sejarah yang menjadi ikon Kabupaten Kampar. Terletak di Desa Muara Takus Kecamatan 13 Koto Kampar Provinsi Riau.
Tempat ini menjadi salah satu tujuan wisatawan lokal maupun manca negara yang berlibur juga dijadikan tempat studi banding dan belajar, juga pernah menjadi tempat berkemah bagi pramuka.
Dari beberapa sumber disebutkan tentang makna nama Muara Takus. Ada dua pendapat, yang pertama mengatakan bahwa nama tersebut diambil dari nama sebuah anak sungai kecil bernama Takus yang bermuara ke Sungai Kampar Kanan. Pendapat lain mengatakan bahwa Muara Takus terdiri dari dua kata, yaitu “Muara” dan “Takus”.
Kata “Muara” mempunyai makna yang sudah jelas, yaitu suatu tempat sebuah sungai mengakhiri alirannya ke laut atau ke sungai yang lebih besar, sedangkan kata “Takus” berasal dari bahasa Cina, Ta berarti besar, Ku berarti tua, dan Se berarti candi atau kuil. Jadi arti kata Muara Takus adalah candi tua yang besar, yang terletak di muara sungai.
Untuk menuju ke sana jika dari ibukota Provinsi Riau sekitar 128 km atau lama perjalanan dua jam lebih melalui jalan darat.
Perjalanan menuju Desa Muara Takus hanya dari Pekanbaru ke arah Bukittinggi sampai di Muara Mahat. Dari Muara Mahat melalui jalan kecil menuju ke Desa Muara Takus. Jalur lain bisa melalui Bangkinang Kota, Desa Salo, Kuok ke arah Sumatera Barat.
Kompleks Candi Muara Takus satu-satunya peninggalan sejarah yang berbentuk candi di Riau. Candi ini sering dikunjungi orang-orang beragama Budha yang ingin melakukan ibadah.
Ini bukti bahwa agama Budha pernah berkembang di kawasan ini, namun para pakar purbakala belum dapat menentukan secara pasti kapan candi ini didirikan.
Ada berapa buah bangunan candi kecil di kompleks itu. Bangunan utama Stupa candi berlambang Budha Gautama.
Campuran dari bentuk candi Buddha dan Syiwa. Pada candi Mahligai menyerupai bentuk lingga (kelamin laki-laki dan yoni (kelamin perempuan). Arsitektur candi ini juga mempunyai kemiripan dengan arsitektur candi-candi di Myanmar.
Ada 4 Bangunan Candi
Bangunan utama disebut Candi Tuo, berukuran 32,80 m x 21,80 m dan merupakan candi bangunan terbesar di antara bangunan yang ada. Letaknya di sebelah utara Candi Bungsu.
Pada sisi sebelah timur dan barat terdapat tangga, yang menurut perkiraan aslinya berbentuk stupa, sedangkan pada bagian bawah berbentuk patung singa dalam posisi duduk.
Bangunan ini mempunyai sisi 36 buah dan terdiri dari bagian kaki I, kaki II, tubuh dan puncak. Bagian puncaknya telah rusak dan batu-batunya telah banyak yang hilang.
Candi Tuo dibangun dari campuran batu bata yang dicetak dan batu pasir (tuff). Pemugaran Candi Tuo dilaksanakan secara bertahap akibat keterbatasan anggaran yang tersedia. Pada tahun 1990, selesai dikerjakan bagian kaki I di sisi timur.
Selama tahun anggaran 1992/1993 pemugaran dilanjutkan dengan bagian sisi sebelah barat (kaki I dan II). Volume bangunan keseluruhan mencapai 2.235 m3, terdiri dari : kaki: 2.028 m3, tubuh: 150 m3, dan puncak: 57 m3. Tinggi bangunan mencapai 8,50 m.
Bangunan kedua dinamakan Candi Mahligai. Bangunan ini berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 10,44 m x 10,60 m. Tingginya sampai ke puncak 14,30 m berdiri diatas pondamen segi delapan (astakoma) dan bersisikan sebanyak 28 buah. Pada alasnya terdapat teratai berganda dan di tengahnya menjulang sebuah menara yang bentuknya mirip phallus (yoni).
Pada tahun 1860, seorang arkeolog Belanda bernama Cornel de Groot berkunjung ke Muara Takus. Pada waktu itu di setiap sisi ia masih menemukan patung singa dalam posisi duduk.
Saat ini patung-patung tersebut sudah tidak ada bekasnya. Di sebelah timur, terdapat teras bujur sangkar dengan ukuran 5,10 x 5,10 m dengan tangga di bagian depannya.
Volume bangunan Candi Mahligai 423,20 m3 yang terdiri dari volume bagian kaki 275,3 m3, tubuh 66,6 m3 dan puncak 81,3 m3. Candi Mahligai mulai dipugar pada tahun 1978 dan selesai pada tahun 1983.
Bangunan ketiga disebut Candi Palangka, yang terletak 3,85 m sebelah timur Candi Mahligai. Bangunan ini terdiri dari batu bata merah yang tidak dicetak.
Candi Palangka merupakan candi yang terkecil, relung-relung penyusunan batu tidak sama dengan dinding Candi Mahligai. Dulu sebelum dipugar bagian kakinya terbenam sekitar satu meter.
Candi Palangka mulai dipugar pada tahun 1987 dan selesai pada tahun 1989. Pemugaran dilaksanakan hanya pada bagian kaki dan tubuh candi, karena bagian puncaknya yang masih ditemukan pada tahun 1860 sudah tidak ada lagi.
Di bagian sebelah utara terdapat tangga yang telah rusak, sehingga tidak dapat diketahui bentuk aslinya. Kaki candi berbentuk segi delapan dengan sudut banyak, berukuran panjang 6,60 m, lebar 5,85 m serta tingginya 1,45 m dari permukaan tanah dengan volume 52,9 m3.
Bangunan keempat dinamakan Candi Bungsu. Candi Bungsu terletak di sebelah barat Candi Mahligai. Bangunannya terbuat dari dua jenis batu, yaitu batu pasir (tuff) terdapat pada bagian depan, sedangkan batu bata terdapat pada bagian belakang.
Pemugaran candi ini dimulai tahun 1988 dan selesai dikerjakan tahun 1990. Melalui pemugaran tersebut candi ini dikembalikan ke bentuk aslinya, yaitu empat persegi panjang dengan ukuran 7,50 m x 16,28 m.
Bagian puncak tidak dapat dipugar, karena tidak diketahui bentuk sebenarnya. Tinggi setelah dipugar 6,20 m dari permukaan tanah, dan volume nya 365,8 m3.
Menurut gambar yang dibuat oleh J.W. Yzerman bersama-sama dengan TH. A.F. Delprat dan Opziter (Sinder) H.L. Leijdie Melvile, di atas bangunan yang terbuat dari bata merah terdapat 8 buah stupa kecil yang mengelilingi sebuah stupa besar.
Di atas bangunan yang terbuat dari batu pasir (tuff) terdapat sebuah tupa besar. Di bagian sebelah timur terdapat sebuah tangga yang terbuat dari batu pasir.
Selain bangunan-bangunan tersebut di atas, di sebelah utara, atau tepat di depan gerbang Candi Tuo terdapat onggokan tanah yang mempunyai dua lobang.
Tempat ini diperkirakan tempat pembakaran jenazah. Lobang yang satu untuk memasukkan jenazah dan yang satunya lagi untuk mengeluarkan abunya.
Tempat pembakaran jenazah ini, termasuk dalam pemeliharaan karena berada dalam komplek percandian.
Di dalam onggokan tanah tersebut terdapat batu-batu kerikil yang berasal dari sungai Kampar.
Di di luar kompleks Candi Muara Takus, yaitu di beberapa tempat di sekitar Desa Muara Takus, juga ditemukan beberapa bangunan yang diduga masih erat kaitannya dengan candi ini. (***)
What's Your Reaction?






