Ini Hasil Kajian Sistemik Ombudsman untuk Lima Menteri

Dec 12, 2022 - 04:42
 0  22
Ini Hasil Kajian Sistemik Ombudsman untuk Lima Menteri

JarNas – Anggota Ombudsman RI Hery Susanto menyampaikan hasil kajian sistemik sektor pertambangan untuk lima menteri dalam konferensi pers di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Senin (12/12/2022).

Kesimpulan hasil kajian pada aspek regulasi bahwa berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 15.K/HK.02/MEM.B/2022 yang mengatur tentang pembatasan laporan dari segi waktu dan masih aktifnya IUP cenderung bersifat diskriminatif.

Ketentuan pada Kepmen ESDM tersebut pada diktum empat huruf b, membatasi klasifikasi pelapor dengan menentukan batas waktu belum lewat dua  tahun sejak pertama kali permohonan perizinan pada saat Izin Usaha Pertambangan masih berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak didasarkan oleh ketentuan yang tepat dan perlu dilakukan revisi.

“Ombudsman mengacu pada Pasal 24 ayat (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman RI yang mengamanatkan laporan masyarakat harus memenuhi persyaratan “Peristiwa, tindakan atau keputusan yang dikeluhkan atau dilaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum lewat 2 (dua) tahun sejak peristiwa, tindakan, atau keputusan yang bersangkutan terjadi.  Jadi tidak dibatasi hanya untuk IUP yang masih berlaku,” ujarnya.

Terkait Surat Edaran Nomor 1.E/HK.03/MEM.B/2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2022 Tentang Pendelegasian Pemberian Perizinan Berusaha di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara, Ombudsman memberikan catatan.

“Surat edaran tersebut ditujukan kepada Gubernur, Kepala Dinas yang membidangi urusan energi dan sumber daya mineral serta kepala Dinas PMPTSP untuk memproses perizinan dan mengatur masa transisi. Namun dalam Surat Edaran dimaksud tidak secara jelas mengatur pengawasan, penanganan pengaduan dan permasalah lingkungan terkait dengan pendelegasian izin tersebut,” terang Hery.

Dia juga menyoroti Surat Edaran tersebut hanya ditujukan kepada ketiga pihak di atas, tanpa ditujukan kepada Dinas Lingkungan Hidup, dan tidak ditembuskan kepada Menteri LHK. Menurutnya, hal ini menjadi permasalahan tersendiri dengan memisahkan antara regulasi pertambangan dengan regulasi lingkungan hidup sebagai persyaratannya.

Kedua, agar Kementerian ESDM secara aktif memberikan informasi yang transparan kepada pemohon penerbitan, pencatatan atau perpanjangan izin usaha pertambangan mengenai tindak lanjut laporannya dan hal-hal yang perlu dilengkapi dengan sistem penanganan laporan pertama (first come first served).

Kepada Menteri Investasi Bersama Menteri ESDM, Ombudsman memberikan saran agar melakukan  penyempurnaan sistem dan peningkatan keandalan sistem perizinan berusaha Online Single Submission Risk Based Approach (OSS – RBA) terkait izin usaha pertambangan.

Menteri LHK bersama Menteri ESDM diminta agar mempercepat proses integrasi pengurusan perizinan/ persetujuan lingkungan dengan data izin usaha pertambangan yang terkoneksi dengan OSS RBA. “Sistem tersebut untuk memudahkan evaluasi dan monitoring terpadu terhadap izin usaha pertambangan dari aspek teknis dan lingkungan,” imbuh Hery.

Begitu juga Menteri Keuangan untuk berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk meningkatkan transparansi perhitungan target dan realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) SDA Minerba serta perhitungan dan penyaluran Dana Bagi Hasil (DBH) SDA Minerba melalui optimalisasi pelaksanaan kegiatan bedah kertas kerja tentang perhitungan realisasi dengan melibatkan stakeholder termasuk pemerintah daerah. Kedua, agar mempercepat realisasi pembayaran kurang bayar DBH dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. (nty/jnn)

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow