JAM-Pidum Setujui Enam Permohonan Keadilan Restoratif Salah Satunya Perkara Penggelapan Dana Koperasi Di Malinau

JarNas - Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana menyetujui enam permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme keadilan restoratif (restorative justice) yang disampaikan pada espos virtual, Rabu 30 Juli 2025.
Salah satu perkara yang disetujui penyelesaiannya itu adalah terhadap Tersangka Andre Yudi Panggabean anak dari Manonggor Panggabean dari Kejaksaan Negeri Malinau, yang disangka melanggar pasal 374 KUHP tentang penggelapan dalam jabatan subsidair pasal 372 KUHP tentang penggelapan.
Kronologi perkata, Tersangka Andre Yudi Panggabean mulai bekerja sebagai karyawan pada Koperasi Purba Jaya Mandiri sejak April hingga November 2024, dengan tugas melakukan penagihan angsuran pinjaman nasabah.
Namun, pada November 2024, setelah menarik sejumlah uang dari beberapa nasabah, Tersangka tidak menyetorkan uang tersebut ke koperasi, melainkan menggunakannya untuk membiayai kuliah adiknya dan kebutuhan keluarganya di kampung. Perbuatan tersebut menyebabkan koperasi mengalami kerugian sebesar Rp21.000.000.
Proses perdamaian antara Tersangka dan Korban dilaksanakan pada 21 Juli 2025 dengan syarat Tersangka mengembalikan kerugian sebesar Rp21.000.000 oleh Kepala Kejaksaan Negeri Malinau I Wayan Oja Miasta, S.H., M.H., Kasi Pidum Yushar, S.H., M.H. dan Jaksa Fasilitator Firenius Simorangkir, S.H.
Permohonan penghentian penuntutan diajukan ke Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Utara I Made Sudarmawan, S.H., M.H. dan disetujui oleh JAM-Pidum dalam ekspose Restorative Justice pada Rabu, 30 Juli 2025.
Selain perkara tersebut, JAM-Pidum juga menyetujui penyelesaian perkara melalui mekanisme keadilan restoratif terhadap lima perkara lainnya, pertama Tersangka Panca Noka Panjaitan alias Panca dari Kejaksaan Negeri Tanjung Balai, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Terhadap Tersangka kedua, Rizal alias Ijal dari Kejaksaan Negeri Tanjung Balai, yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pengancaman. Ketiga Tersangka Junaidi bin Syukri dari Kejaksaan Negeri Aceh Timur, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
Keempat Tersangka Samser alias Heri bin Alm. Kamaruddin dari Kejaksaan Negeri Aceh Timur, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan. Kelima Tersangka I Zulmahdi bin M Daud dan Tersangka II Faudan M Aziz dari Kejaksaan Negeri Bireuen, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan karena telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
Kemudian tersangka belum pernah dihukum; baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Alasan lain karena ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun. Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya serta proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar. Kemudian pertimbangan sosiologis karena masyarakat merespon positif.
“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” terang JAM-Pidum. (redaksi)