Potensi Maladministrasi Ditemukan pada Tata Kelola dan Pengawasan IPPKH

Jan 6, 2022 - 16:32
 0  45
Potensi Maladministrasi Ditemukan pada Tata Kelola dan Pengawasan IPPKH

JarNas– Ombudsman Republik Indonesia menemukan maladministrasi pada tata kelola dan pengawasan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) atau persetujuan penggunaan kawasan hutan dan Pengawasan yang Integratif berdasarkan hasil kajian sistemik.

Temuan itu disampaikan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Investasi/BKPM, Badan Informasi Geospasial, Kementerian Keuangan dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral di ruang Abdurahman Wahid Gedung Ombudsman RI Jakarta, Kamis (6/1/2022).

Ombudsman RI menemukan dua aspek temuan dan menyampaikan sejumlah saran perbaikan kepada lima institusi terkait.

“Maksud dan tujuan dari kajian ini adalah untuk memperoleh penjelasan mengenai alur proses IPPKH/P2KH dari penerbitan sampai pada pengawasan terhadap IPPKH/P2KH dari pemberi izin, serta tanggung jawab atas kewajiban dari pemegang P2KH,” ujar anggota Ombudsman RI Hery Susanto.

Pihaknya mencatat, berdasarkan data KLHK Republik Indonesia, jumlah IPPKH yang diterbitkan meningkat setiap tahunnya terutama untuk kegiatan pertambangan dan non pertambangan. Dimana pada 2018 IPPKH yang terbit sebanyak 49.235.50, 2019 sebanyak 66.311.87, 2020 sebanyak 81.224.47 dan 2021 sebanyak 104.401.71.

Dia menjelaskan, berdasarkan hasil kajian, temuan Ombudsman RI terkait IPPKH terdiri dari aspek tata kelola dan pengawasan. Setidaknya 5 potensi maladministrasi, yakni penundaan berlarut dalam IPPKH, tidak seragamnya persyaratan permohonan rekomendasi gubernur daerah mengenai IPPKH.

Kemudian kurangnya aksesibilitas informasi proses permohonan IPPKH dan belum optimalnya penggunaan sistem Online Single Submission (OSS) IPPKH/P2KH, belum adanya penyebarluasan informasi Geospasial Tematik (IGT) Kehutanan terkait peta IPPKH dalam Kebijakan Satu Peta (KSO).

Selain itu informasi real time kuota IPPKH serta sosialisasi yang belum menyeluruh terkait perubahan kebijakan dan prosedur teknis pada kebijakan yang baru.

Sedangkan dalam aspek pengawasan, ditemukan adanya alokasi anggaran yang tidak memadai dan potensi hasil pengawasan yang tidak independen, adanya keterbatasan sumber daya manusia (SDM) petugas pengawas sehingga memperlama prosedur telaah kawasan dan kendala pelaksanaan kewajiban terutama rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS).

“Hal ini terjadi karena beberapa kendala yaitu penyediaan lahan rehabilitasi, jangka waktu penilaian yang dinilai terlalu singkat serta kurang optimalnya tugas dan kewenangan BPDASHL (Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung) dalam pengawasan,” ujarnya.

Oleh karena itu, Ombudsman RI memberikan saran perbaikan atau tindakan korektif kepada lima kementerian agar dapat ditindaklanjuti selama 30 hari kerja.

Penyerahan hasil kajian sistemik ini dihadiri oleh Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Yuliot, Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian LHK Ruandha Agung Sugardiman, dan Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan Kementerian Keuangan Kurnia Chairi. (nty/jnn)

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow