Nina Yanti Kuasa Hukum Masyarakat Adat Desa Gulinten Minta Polda Bali Tengahi Konflik Dengan Desa Ngis Soal Pungli

Jan 31, 2025 - 04:45 WIB
Nina Yanti Kuasa Hukum Masyarakat Adat Desa Gulinten Minta Polda Bali Tengahi Konflik Dengan Desa Ngis Soal Pungli

JarNas – Kuasa hukum masyarakat adat Desa Gulinten, Nina Yanti mendatangi Polda Bali bersama perwakilan desa untuk meminta perlindungan hukum dan memediasi konflik yang terjadi antara Desa Gulinten dan Desa Ngis atas dugaan pungutan liar (pungli) dan pemaksaan penggunaan shuttle bus yang memberatkan wisatawan pada Jumat (31/1/2025).

Kedatangan Nina bersama dua asistennya ini disambut pihak Polda Bali dengan bersahabat untuk dapat menyelesaikan persoalan itu dengan baik. Sebelumnya masyarakat Desa Gulinten telah berupaya mencari solusi melalui Polres Karangasem dalam program "Jumat Curhat", namun hingga saat ini belum ada penyelesaian jelas.

Atas dasar itu, pihak Desa Gulinten meminta Kapolda Bali untuk turun tangan sebagai mediator guna mencegah potensi konflik yang lebih besar di masa mendatang.

Konflik ini berkaitan erat, terkait destinasi wisata Lahangan Sweet yang menjadi andalan pariwisata bagi warga Desa Adat Gulinten Kecamatan Abang Kabupaten Karangasem Bali.

"Kami meminta Kapolda Bali secepatnya menyelesaikan permasalahan ini dan menengahi agar tidak terus menerus menjadi konflik. Wisata yang dibangun atas swadaya masyarakat ini hasilnya seharusnya bisa dinikmati oleh warga tanpa ada tekanan dari pihak lain," kata Nina.

Menurutnya, permasalahan ini juga menyangkut wanprestasi, karena sebelumnya telah ada kesepakatan terkait pembagian hasil dari shuttle bus sebesar Rp10.000 per tiket, namun kesepakatan tersebut tidak dijalankan dengan baik oleh pihak terkait.

Mengingat pariwisata di Bali saat ini tengah bangkit pascapandemi, maka konflik seperti adanya pungli dan sifatnya adanya pemaksaan dinilai dapat mencoreng citra pariwisata Bali yang selama ini dikenal ramah dan professional, maka kasus ini harus menjadi perhatian yang sangat serius.

"Bali sedang dalam momentum yang luar biasa sebagai destinasi wisata dunia. Jangan sampai permasalahan ini mencoreng citra positif yang telah dibangun selama ini," ujarnya.

Ia memaparkan bahwa masyarakat Desa Gulinten berharap agar Kapolda Bali segera mengambil langkah mediasi agar permasalahan ini tidak semakin melebar kemana-mana. Mereka juga mengusulkan agar sistem shuttle bus dievaluasi atau dihapuskan jika memang tidak menguntungkan bagi kedua belah pihak.

"Kami berharap masalah ini bisa diselesaikan dengan kehadiran Polda Bali, baik Kapolda Bali atau Dir Binmas Polda Bali. Kami tidak ingin, ada bentrokan antar masyarakat adat di Bali," pungkasnya.

Permasalahan ini bermula dari adanya dugaan pungutan liar (pungli) dan pemaksaan penggunaan shuttle bus yang memberatkan wisatawan. Polemik ini berawal ketika Desa Ngis berupaya mendapatkan bagian dari pendapatan wisata Lahangan Sweet dengan menerapkan sistem shuttle bus bagi pengunjung, namun, masyarakat Desa Gulinten menilai bahwa keberadaan shuttle bus tersebut justru menjadi alat pemaksaan bagi wisatawan.

Beberapa informasi yang didapatkan bahwa wisatawan yang ingin mengunjungi Lahangan Sweet dipaksa menggunakan shuttle dengan tarif tambahan, yang menyebabkan harga tiket masuk membengkak hingga Rp170.000, jauh dari tarif normal sekitar Rp50.000-Rp60.000.

"Akhirnya, beberapa wisatawan juga mengeluhkan adanya pungli dan tindakan penghadangan di jalan menuju destinasi wisata tersebut. Hal ini mengakibatkan turunnya rating Lahangan Sweet di berbagai platform wisata online, yang sebelumnya memiliki ulasan positif dari wisatawan domestik maupun mancanegara," katanya. (*)