Kuasai 1500 Hektar Lahan Ulayat, PT SAL Dipanggil Komisi I DPRD Kampar

JarNas – PT Sarindo Agro Lestari (SAL) yang berdomisili di Desa Kepau Jaya Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar, Riau dipanggil oleh Komisi I DPRD Kampar untuk hearing di gedung DPRD Kampar pada Senin (11/7).
Keberadaan perusahaan perkebunan sawit ini sudah berdiri sejak 1996, sebenarnya telah dilaporkan masyarakat atas nama Yayasan Riau Madani dan telah diproses secara hukum di Pengadilan Negeri Bangkinang melalui surat Nomor W4.U7/1276/HK.02/V/2016 tentang permohonan bantuan pengamanan kepada Polres Kampar sebanyak 100 orang.
Isi surat itu menyebutkan bahwa pihak pengadilan akan melakukan eksekusi pengosongan berdasarkan penetapan Ketua PN Bangkinang Nomor 07/Pen.Pdt/Eks.Pengosongan-Pts/2014/PN.Bkn jo Nomor : 28/Pdt.G/2013/PN.Bkn.
Lahan yang harus dikosongkan sesuai penetapan pengadilan itu seluas lebih kurang 781,44 hektar berikut bangunan diatasnya yang terletak di Desa Kepau Jaya Kecamatan Siak Hulu.
Ketua Komisi I Zulfan Azmi didampingi Wakil Ketua Iib Nur Saleh dan anggota Juswari Umar Said melakukan peninjauan dan koordinasi dengan aparat pemerintah desa di kantor Desa Kepau Jaya dan perangkat desa lainnya, Selasa (5/7/2022).
Berdasarkan keterangan Kepala Desa Kepau Jaya Lisanor bahwa pihak perusahaan telah membeli lahan masyarakat seluas 400 hektar lebih namun pada kenyataannya yang dikuasi lebih kurang 1500 hektar.
Ketika ditanya oleh Zulfan apakah PT SAL ini punya izin atau tidak, Kades mengatakan, “Mungkin belum punya izin namun mereka ada membayar pajak sebanyak 480 SPT,” ujarnya.
Mendengar itu Zulfan menegaskan bahwa Kades tidak mungkin tidak mengetahui apa saja yang dilakukan pihak lain di wilayah kerja.
“Seorang Kades tidak mungkin tidak tahu, sebab izin usaha itu dari bawah, jika ada izin, baru bisa membayar pajak, tidak mungkin kades tidak tahu,” tukasnya kepada Kades.
Dia mengatakan bahwa ada indikasi pihak perusahaan memberikan uang cuma-cuma ke desa seperti upeti, apakah ini ada kesepakatan atau komitmen tertentu atau tidak, jika demikian berarti Kades telah melegalkan perusahaan beroperasi di kawasan wilayah kerjanya.
Sementara itu, Iib Nur Saleh menyampaikan bahwa kehadiran anggota DPRD mencoba mendampingi ninik mamak dan masyarakat untuk mendapatkan haknya sesuai perda ulayat agar nantinya komisi dapat memberikan rekomendasi yang objektif, tidak merugikan semua pihak.
“Kami butuh keterangan objektif dari kepala desa maka Senin lalu kami meminta Kades untuk hadir di DPRD, ternyata Kades tidak hadir begitu juga dengan Ayau sebagai pemilik perusahaan itu,” ujarnya.
Selain itu, Juswari menambahkan jika ada izin maka perusahaan ini baru bisa membayar pajak dan dapat pula memberikan CSR mereka.
“Jika tidak ada izin lalu disebut sudah membayar pajak sebesar Rp400 juta per bulan itu berarti sudah dapat dikategorikan menggelapkan hak negara, itulah namanya korupsi,” kata dia.
Apalagi lanjut Juswari politisi Partai Demokrat ini, yang ditanami atau tempat beroperasi PT SAL ini adalah kawasan dan mengeluarkan izin di kawasan itu melanggar aturan dan di kawasan 400 hektare itu yang ditanami adalah HTI bukan sawit dan dialihfungsikan tanam sawit.
“Inilah indikasinya melanggar peraturan, dan juga ada indikasi melakukan pemalsuan atau memberikan keterangan palsu maka sangsinya pidana dan juga persoalan ini dapat ditindak oleh Aparat Penegak Hukum,” ujarnya.
Ia meneruskan, indikasi memberikan keterangan palsu dan atau surat palsu atas perbedaan luas lahan yang diperjualbelikan dan dikuasai pihak perusahaan.
Dia sangat mengesalkan kades tidak mengetahui apa-apa tentang beroperasinya perusahaan tersebut, “Sebagai seorang Kades harusnya tahu apa saja yang terjadi di wilayah kerjanya, jangankan penguasaan 1500 hektar lahan ulayat masyarakat jarum jatuh pun harus tau,’ ketusnya.
Sementara itu Ketua RW Abuzar membenarkan adanya jual beli lahan seluas 400 hektar itu, namun dia mengaku heran bagaimana bisa pihak perusahaan bisa menguasai lahan ulayat sampai 1500 hektar.
“Kades ini tidak memihak kepada masyarakat, dia lebih membela perusahaan,” ucapnya.
Akan tetapi, pihak perusahaan Ayau belum bisa ditemui karena masih berada diluar daerah. Pada Senin (27/6) lalu Ayau juga tidak menghadiri panggilan komisi I DPRD Kampar ini, maka komisi I meminta yang bersangkutan untuk datang kembali ke DPRD Kampar pada Senin depan.
Pantauan di lapangan saat staf DPRD Kampar hendak mengantarkan surat pemanggilan kedua kepada Ayau itu pintu kawasan sepanjang 9 km perusahaan itu dihadang portal. Mereka tidak diperkenankan masuk. Ada dua orang aparat kepolisian berjaga disana dan menerima surat tersebut untuk diantarkan kepada pemilik perusahaan itu. (nty/jnn)