Perjuangan Kesetaraan Gender Belum Maksimal

Apr 19, 2023 - 21:19 WIB
Perjuangan Kesetaraan Gender Belum Maksimal

JarNas – Hari Kartini selalu diwarnai dengan isu tentang perempuan. Kesetaraan gender dan isu sensitif lainnya tiba-tiba begitu menarik untuk diperbincangkan.

Sayangnya selalu ini hanya sementara saja, dan apa harapan-harapan perempuan masih jauh dari kenyataan.

Perempuan sejajar dengan laki-laki sepertinya memang masih harus diperjuangkan. Sesungguhnya konstitusi negara kita sudah mengafirmasi tentang kesetaraan diantara warga negara tanpa memandang gender.

Hal ini tentu merupakan pondasi penting didalam melanjutkan perjuangan dan cita-cita R.A. Kartini.

Ninayanti SH, S.Sos,MSi adalah seorang Advokat, Politikus Gerindra, dan juga istri dari alm Brigjend TNI ( Marinir) Purwanto Djoko. Menjadi role model bagaimana istri tetap harus seattle ketika ditinggal suaminya, tidaklah mudah, Nina membuktikan dirinya tetap eksis, bekerja dan mengurus keluarga secara balance.

Aktif diberbagai kegiatan sosial dan politik secara nyata. Kesibukan dan kepadatan waktu tidak menjadi halangan untuk tetap menyelaraskan keduanya. Menangani perkara besar dan pelik seperti makanan sehari-hari untuknya.

Di awal sangatlah berat tapi kita harus sadar bahwa hidup tetap harus berjalan. Dan masing-masing orang memiliki takdirnya sendiri sendiri.

“Kita perempuan dalam posisi ini juga harus memberi contoh kepada istri-istri anggota yang lain juga, bahwa bukan akhir dunia ketika ditinggal suami tercinta, tentu saja menunjukkan ke anak kita, bahwa semua akan baik baik saja, bahkan harus lebih sukses dari sebelumnya,” ujarnya.

Sebagai seorang praktisi hukum dan tentu saja juga seorang aktivis politikus di suatu partai, saya berpendapat bahwa memang kita sebagai perempuan masih harus memperjuangkan dengan sungguh-sungguh hak-hak kita sebagai perempuan yaitu :
Mengenai keterwakilan kursi parlemen. Undang-undang mengamanahkan 30 persen tetapi sampai hari ini masih jauh dari amanah undang-undang dan itu tentu saja kita sebagai perempuan harus lebih banyak menunjukkan, mengasah diri, meng-upgrade diri, baik secara knowledge maupun terampil dalam banyak hal.

Tentu saja agar tidak diremehkan kaum pria dan kita yang biasanya perempuan dipandang bahwa emosional kita lebih dikedepankan bisa dieliminasi, sehingga kita secara logika bisa berperan dan sama kedudukannya dengan laki-laki.

Dalam hal berpraktek sebagai seorang advokat tentu saja tidak sebebas dengan laki-laki, kita kadang menemui banyak kendala dilapangan. Karena kita masih terbentur dengan norma, adat istiadat, dan juga kepatutan yang berlaku untuk seorang perempuan terutama dalam hal praktek beracara.

Masyarakat masih menilai, pengacara perempuan tentu akan lebih banyak berjalan dengan intuisi dan perasaan, padahal faktanya pengacara perempuan itu mereka lebih tegas dan lugas. Kadangkala kita dihadapkan pada situasi yang pelik tetapi karena ketelatenan dan kepekaan perempuan lebih tajam, kita lebih bisa menguraikan beberapa persoalan dalam beberapa kasus dengan bijaksana dengan ending yang memuaskan.

“Harapan saya sebagai masyarakat dan seorang perempuan yang berprofesi seorang advokat dan seorang aktivis dalam salah satu partai politik tentu menginginkan yang pertama adanya keseteraan gender yang absolut artinya memang benar ada kesetaraan gender dan tercapai,” ujarnya.

Hal ini tentu saja pemerintah masih harus mengintervensi terhadap persoalan-persoalan ini dengan diwujudkannya dalam undang-undang atau aturan yang baru.

Kedua, untuk forum-forum tentang kesetaraan gender seperti ini mestinya setiap kali ada seminar ataupun forum diskusi itu pihak laki-laki harus dihadirkan disana karena kita percuma untuk bicara perempuan dan perempuan kalau sementara laki-laki tidak ada hadir disana.

“Saya kira, saya mengkritisi beberapa hal itu tetapi overall sebagi seorang advokat perempuan dan politikus di salah satu partai, saya merasa bangga kepada perempuan-perempuan Indonesia sekarang ini. Karena memang kita sudah menuju dan benar-benar mengamanahkan cita-cita R.A. Kartini sesungguhnya,” kata alumni Brawijaya ini.

Emansipasi itu tentu saja bisa dicapai tetapi masih ada banyak hal yang masih harus diperjuangkan. (nty/jnn)