25 Tahun Jatuhnya Soeharto, Bagaimana Menjamin Demokrasi Indonesia?

JarNas- Seperti yang kita ketahui, 1998 menjadi momentum besar bagi bangsa Indonesia. 32 tahun di bawah pemerintahan yang otoriter, tumbang karena dorongan dari kelompok-kelompok tertentu yang menginginkan pemerintahan yang bersih dari KKN (korupsi, kolusi, nepotisme).
Selain itu, masyarakat juga menginginkan hak-hak yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 dipenuhi, salah satunya adalah hak untuk berpendapat, sebagaimana termaktubkan dalam Pasal 28E ayat 3.
Akan tetapi, masyarakat masih berpendapat bahwasanya demokrasi Indonesia masih belum maksimal, walaupun sudah 25 tahun semenjak jatuhnya Soeharto.
Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah terkadang terkesan elitis. Prinsip vox populi, vox dei seakan dilupakan oleh para pejabat.
Berdasarkan indeks demokrasi oleh Economist Intelligent Unit (EIU), Indonesia berada dalam kategori flawed democracy atau demokrasi terbatas.
Kategori Indonesia yang berada dalam demokrasi terbatas dibuktikan dengan adanya kasus-kasus dimana kritik terhadap pemerintah tidak didengarkan, malah justru dipidanakan.
Kita bisa belajar dari kasus Bima Yudho, yang belum lama ini mengkritisi Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi karena pembangunan yang sangat minim di Lampung, walaupun sudah mendapatkan anggaran yang banyak dari pemerintah pusat.
Orang tuanya yang berada di Lampung mendapat ancaman dari oknum-oknum tertentu. Pemerintah, baik daerah maupun pusat, masih bersikap antipati terhadap rakyat dan input dari rakyat cenderung tidak dihiraukan.
Keadaan seperti ini tidak jauh beda dengan pada saat Orde Baru, dimana kritik pemerintah sering dipidana, atau bahkan parahnya lagi dihilangkan.
2024 adalah waktu bagi masyarakat Indonesia untuk memilih pemimpin yang akan menjadi ujung tombak negara ini selama 5 tahun.
Perlu diingat bahwa pada tahun 2024 akan ada banyak pemuda yang memilih untuk pertama kalinya.
Maka dari itu, dalam menentukan pemimpin, pemuda seharusnya bersikap proaktif dalam menanggapi politik.
Selain itu, pemuda juga harus memberikan input kepada pemerintah, demi mewujudkan pemerintah yang bersih dari unsur-unsur KKN (korupsi, kolusi, nepotisme).
Penulis : Qeis Alzhra Rianto (Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Andalas)