Lunturnya Nilai Pancasila Pertama Dalam Kehidupan Berbagsa dan Beragama Di Indonesia

Oct 3, 2023 - 03:59 WIB
Lunturnya Nilai Pancasila Pertama Dalam Kehidupan Berbagsa dan Beragama Di Indonesia

JarNas - Sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, Pancasila telah menjadi pijakan utama dalam membangun dan mengelola negara ini. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, seperti persatuan, gotong royong, demokrasi, dan keadilan sosial, telah menjadi fondasi moral dan etika yang mengarahkan langkah-langkah kita sebagai bangsa. 

Namun, saat ini, kita tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa nilai-nilai Pancasila sedang menghadapi tantangan yang serius. Seperti Kasus penistaan agama yang melibatkan Panji Gumilang telah menjadi sorotan publik yang sangat intens. Kasus ini memunculkan berbagai pertanyaan tentang toleransi, kebebasan berekspresi, dan hubungannya dengan nilai-nilai Pancasila sebagai fondasi moral dan etika negara Indonesia. 

Pancasila dan Kebebasan Berekspresi Sebagai negara dengan beragam latar belakang agama dan budaya, Pancasila telah menjadi pedoman moral dan etika dalam membangun dan mengelola negara ini. Salah satu prinsip dasar Pancasila adalah "Ketuhanan Yang Maha Esa," yang menghormati kebebasan beragama dan kepercayaan masyarakat yang beragam. Di samping itu, Pancasila juga menekankan persatuan, gotong royong, dan keadilan sosial sebagai nilai-nilai yang mendasari negara Indonesia. Namun, dalam konteks kasus Panji Gumilang, pertanyaannya adalah bagaimana kita menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan penghormatan terhadap nilai-nilai agama.

Nama Panji Gumilang pertama kali mencuat dan menjadi perhatian masyarakat setelah ribuan penduduk di Indramayu menggelar unjuk rasa pada tanggal 15 Juni 2023. Protes tersebut muncul akibat kecurigaan masyarakat bahwa Panji telah mengenalkan doktrin sesat dan menyalahi ajaran Islam di Ponpes Al Zaytun. Namun, Panji Gumilang tidak menunjukkan ketakutan. Sebaliknya, dia berani mendekati gerbang utama pesantren, yang sebelumnya telah dijaga ketat oleh kepolisian.Kasus ini masih berlanjut, sementara Panji terus menjalani penyelidikan terkait tuduhan penistaan agama.

Kasus Panji Gumilang mengungkapkan bahwa di tengah kebebasan berekspresi, masih ada individu yang mungkin tidak memahami atau mungkin tidak menghargai nilai-nilai agama lain.Akar masalah ini mungkin berkaitan dengan kurangnya pemahaman dan pendidikan tentang nilai-nilai Pancasila di masyarakat. Dalam masyarakat yang semakin terbuka terhadap pengaruh global, penting untuk memahami bahwa kebebasan berekspresi tidak boleh digunakan sebagai alasan untuk melukai perasaan orang lain atau menista agama mereka. 

Kasus ini memiliki dampak yang signifikan dalam beberapa aspek. Pertama, itu menciptakan ketegangan dan konflik antaragama di masyarakat. Ketika seseorang menista agama tertentu, itu bisa menjadi pemicu konflik yang lebih besar dan merusak kerukunan antarumat beragama. Dalam negara dengan keragaman seperti Indonesia, ini adalah masalah serius yang perlu diatasi. Kasus ini juga memunculkan pertanyaan tentang efektivitas hukum dalam menangani penistaan agama. Hukuman yang diberikan kepada Panji Gumilang memicu diskusi tentang apakah hukuman ini sebanding dengan pelanggaran yang dia lakukan. Ini adalah pertanyaan yang kompleks yang melibatkan pertimbangan etika dan hukum.

Pentingnya Pendidikan Nilai-Nilai Pancasila dalam menghadapi tantangan seperti kasus Panji Gumilang, pendidikan tentang nilai-nilai Pancasila menjadi semakin penting. Pendidikan ini harus dimulai sejak dini, di sekolah, dan terus berlanjut di seluruh spektrum masyarakat. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pemahaman tentang keragaman agama dan budaya serta pentingnya menghormati perbedaan tersebut. Selain itu, pendidikan ini juga harus mencakup pengajaran tentang kebebasan berekspresi yang bertanggung jawab. 

Ini berarti bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk berpendapat, tetapi juga memiliki tanggung jawab untuk tidak melukai atau menista keyakinan orang lain.(")


Penulis Rangga Hardiansyah Putra/2310831026

Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Andalas.