Bahaya Praktik Monopoli Digital, Pemerintah Harus Segera Mengambil Tindakan

JarNas - Belakangan ini kasus penutupan layanan belajar online disalah satu aplikasi media sosial sedang menjadi topik hangat di Indonesia.
Hal ini bermula ketika para pedagang pasar tradisional meminta perhatian pemerintah untuk segera menutup layanan jual beli di platform media sosial Tiktok, sebab berdampak pada penurunan minat belanja konsumen terhadap pasar tradisional.
Pemerintahan langsung menyambut hal ini dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik.
Namun kabar terbaru menyebutkan tim teknis dari Tiktok sedang berupaya menyiapkan agar Tiktok memenuhi standar regulasi yang ditetapkan pemerintah pada tanggal 06 Oktober 2023.
Hal ini tentu menarik banyak perhatian ahli ekonomi Indonesia, berkembang pesatnya teknologi termasuk dalam bidang ekonomi digital menimbulkan kekhawatiran besar terhadap monopoli pasar digital yang mungkin akan terjadi jika tidak mendapatkan penanganan khusus dari pemerintah.
Monopoli pasar digital didefinisikan sebagai bentuk penguasaan pasar dagang digital dalam ruang lingkup yang besar sehingga mereka mempunyai kekuatan yang besar dalam pengaturan harga, distribusi barang, serta persaingan dalam pasar tersebut.
Bahaya ini dapat dipicu dengan adanya peningkatan biaya produksi yang disebabkan oleh meningkatnya minat konsumen dilapangan, atau adanya hambatan pada pesaing baru yang mencoba masuk dalam industri tertentu.
Hal ini akan menyebabkan fenomena ekonomi yang berujung pada krisis permintaan dan penawaran, jika dalam kondisi seperti ini, maka pesaing terkuat yang akan menguasai seluruh pasar ekonomi dan terjadilah monopoli perdagangan.
Dalam ekonomi digital, monopoli pasar dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti memberikan review yang baik terhadap produk yang dikelola, dan memberikan bad review kepada barang yang ditawarkan platform pesaing, atau dengan memberikan perjanjian kepada produsen yang terikat dengan platform tersebut untuk tidak melakukan transaksi jual beli di platform lain.
Setelah pesaing tersingkir, maka para pedangan akan bergantung pada platform tersebut sehingga menjadikannya sebagai platform dominan yang menguasai pasar digital, hal ini dapat berujung terjadinya inflansi harga barang pada suatu produk yang ditawarkan.
Peristiwa yang kerap kita jumpai, suatu e-commerce menawarkan diskon besar-besaran sebagai upaya menarik minat konsumen, sehingga meningkatkannya minat konsumen terhadap platform tersebut yang berakibat matinya transaksi di platform pesaing, tindakan ini dinilai juga bertujuan untuk menguasai pasar digital secara dominan.
Setelah pasar digital dibawah kekuasaannya, maka dengan mudah platform tersebut melakukan monopoli perdagang yang dapat mengganggu kestabilan ekonomi suatu negara.
Monopoli pasar digital sudah menjadi perhatian alhi ekonomi sejak dulu, kasus paling menarik perhatian terjadi ketika Google melakukan penyalahgunaan posisi dominannya di pasar tertentu untuk meningkatkan posisinya di pasar terkait yang dapat menimbulkan kerugian bagi pihak lain, hal ini dikenal dengan istilah self-preferencing.
Google dianggap melakukan manipulasi rangking pada layanan Google shopping dan menjatuhkan pesaing lain dari algoritma yang disajikan. European Commission mendenda Google sebanyak 2,24 miliar Euro, atas tindakan monopoli yang dilakukannya.
Tiktok shop juga mempunyai potensi yang besar terkait monopoli pasar ekonomi, mengingat platform ini merupakan platform media sosial yang mempunyai networking yang luas, serta Tiktok shop bisa dengan mudah merekomendasikan kebutuhan konsumen melalui algoritma yang ada.
Upaya pemerintah dalam pemberhentian layanan e-commerce dalam aplikasi Tiktok diduga hanya mampu mengatasi masalah jangka pendek saja, hal ini disampaikan oleh, seorang ahli ekonomi digital dan hukum antimonopoli, Muhammad Rifky Wicaksono, dalam karya tulisnya yang berjudul "Menjaga Persaingan Usah Yang Sehat Dalam Ekonomi Digital RI" (2023).
Dengan berbagai kasus monopoli pasar digital yang terjadi diberbagai negara, pemerintah diminta untuk lebih peka terhadap masalah ekonomi yang mungkin akan timbul dikemudian hari.
Layanan e-commerce memang memiliki berbagai manfaat bagi keefektifan hidup kita, namun kita harus lebih mengenali masalah yang mungkin saja timbul akibatnya.
Terkait monopoli pasar di Indonesia, sebenarnya ada undang-undang Antimonopoli yang mengatur hal ini, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Namun undang-undang ini dinilai sudah terlalu kadaluwarsa mengingat maraknya pasar digital pada era sekarang ini. Kecakapan pemerintah sangat berpengaruh dalam bidang ini, pihak terkait seperti DPR dan komisi pengawasan dan persaingan usaha (KPPU) diminta untuk segera mengambil tindakan cerdas terkait masalah ini.
DPR dinilai perlu segera merevisi undang-undang Antimonopoli, sebelum terjadinya pemanfaatan data konsumen serta algoritma yang ada untuk mendominasi pasar digital.
Sebagai konsumen, kita juga harus memiliki sikap kritis menanggapi hal ini, sebab jika terjadinya monopoli pasar digital, maka seluruh lapisan masyarakat akan terkena dampaknya, atau yang lebih parah mungkin akan terjadi kasus krisis ekonomi di Indonesia.
Tanpa menjatuhkan satu pihak, kita diminta untuk lebih waspada terhadap masalah yang mungkin muncul dikemudian hari. Maka peran kebijakan pemerintah sangat menjadi patokan dasar bagaimana nasib ekonomi digital Indonesia kedepannya.
Di tulis Oleh: Marsha Farah Fadila
Mahasiswa Ilmu Politik, Universitas Andalas