Bolehkah Seorang Dokter Mengiklankan atau Mempromosikan Dirinya di Media Sosial?

Mar 27, 2023 - 06:08 WIB
Bolehkah Seorang Dokter Mengiklankan atau Mempromosikan Dirinya di Media Sosial?

DI ERA  digital saat ini, keberadaan media sosial sudah menjadi keseharian sebagian besar masyarakat, bahkan dari orang tua sampai dengan anak-anak sering sekali berselancar di dunia maya. Memasuki era revolusi 4.0 semua berbasis digital dengan memanfaatkan media teknologi internet mencari berbagai informasi seputaran ilmu pengetahuan, berbelanja kebutuhan sehari-hari bahkan dalam hal mempromosikan sesuatu.

Kita sering sekali melihat iklan yang ada di media sosial yang mempromosikan suatu produk, disamping itu juga bukan hanya produk berupa barang saja yang ditawarkan melainkan produk jasa juga ditawarkan melalui promosi dengan berbagai keuntungan dan kelebihan untuk menarik perhatian masyarakat agar terbujuk untuk membeli atau memiliki produk yang ditawarkan oleh si pemilik iklan tersebut. Bahkan banyak sekali kita lihat di media sosial seorang tenaga kesehatan khususnya dokter mengiklankan kemampuannya dan bahkan memberikan berbagai fasilitas akan layanan kesehatan yang tidak semestinya dilakukan oleh seorang tenaga medis dalam menjalankan profesinya sebagai seorang dokter.

Cita-cita menjadi seorang dokter merupakan impian sebagian besar anak, bahkan dari kecil para orang tua sudah menanamkan cita-cita tersebut sejak mereka masih kanak-kanak. Kita ketahui bersama bahwa profesi seorang dokter merupakan profesi yang sangat mulia begitu juga akan tugas yang dipercayakan kepadanya dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

Pengertian Dokter dapat kita temukan pada pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang berbunyi “Dokter dan Dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan pasal 11 Undang-Undang 36 tahun 2014 tentang Tentang Tenaga Kesehatan bahwa tenaga medis merupakan bagian dari tenaga kesehatan. Kewajiban dokter juga tertuang pada pasal 51 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

Di era digitalisasi saat ini sangat banyak tenaga kesehatan termasuk dokter yang mengiklankan atau mempromosikan kemampuan dirinya secara terang-terangan bahkan secara berlebihan di media sosial. Apakah hal tersebut dibenarkan? Marilah kita melihat ke Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1787/MENKES/PER/XII/2010 tentang Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan, sangat jelas informasi yang kita baca akan kutipan dari pasal tersebut. Pada pasal 5 Permenkes Nomor 1787/MENKES/PER/XII/2010 tentang Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan berbunyi: “Iklan dan/atau publikasi pelayanan kesehatan tidak diperbolehkan apabila bersifat:

a. menyerang dan/atau pamer yang bercita rasa buruk seperti merendahkan kehormatan dan derajat profesi tenaga kesehatan;

b. memberikan informasi atau pernyataan yang tidak benar, palsu, bersifat menipu dan menyesatkan;

c. memuat informasi yang menyiratkan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan tersebut dapat memperoleh keuntungan dari pelayanan kesehatan yang tidak dapat dilaksanakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan lainnya atau menciptakan pengharapan yang tidak tepat dari pelayanan kesehatan yang diberikan;

d. membandingkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan fasilitas pelayanan kesehatan tersebut dengan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, atau mencela mutu pelayanan kesehatan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya;

e. memuji diri secara berlebihan, termasuk pernyataan yang bersifat superlatif dan menyiratkan kata “satu-satunya” atau yang bermakna sama mengenai keunggulan, keunikan atau kecanggihan sehingga cenderung bersifat menyesatkan;

f. mempublikasikan metode, obat, alat dan/atau teknologi pelayanan kesehatan baru atau non-konvensional yang belum diterima oleh masyarakat kedokteran dan/atau kesehatan karena manfaat dan keamanannya sesuai ketentuan masing-masing masih diragukan atau belum terbukti;

g. mengiklankan pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang fasilitas pelayanan kesehatannya tidak berlokasi di negara Indonesia;

h. mengiklankan pelayanan kesehatan yang dilakukan tenaga kesehatan dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak memiliki izin;

i. mengiklankan obat, makanan suplemen, atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar atau tidak memenuhi standar mutu dan keamanan;

j. mengiklankan susu formula dan zat adiktif;

k. mengiklankan obat keras, psikotropika dan narkotika kecuali dalam majalah atau forum ilmiah kedokteran;

l. memberi informasi kepada masyarakat dengan cara yang bersifat mendorong penggunaan jasa tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan tersebut;

m. mengiklankan promosi penjualan dalam bentuk apa pun termasuk pemberian potongan harga (diskon), imbalan atas pelayanan kesehatan dan/atau menggunakan metode penjualan multi-level marketing;

n. memberi testimoni dalam bentuk iklan atau publikasi di media massa; dan

o. menggunakan gelar akademis dan/atau sebutan profesi di bidang kesehatan.”

Namun sangat disayangkan banyak sekali ketidakpatuhan dari tenaga kesehatan khususnya dokter dimana secara berlebihan mengiklankan dirinya di media sosial dengan berbagai alasan.

Melalui pasal 4 KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) sangat jelas dituliskan bahwa “Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang berisfat memuji diri.”

Di samping itu, perlu juga diperhatikan oleh tenaga medis tersebut adalah di pasal 6 KODEKI yang berbunyi “Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.”

Penegasan juga dapat dilihat pada pasal 9 KODEKI dibunyikan bahwa pada dasarnya iklan pelayanan kesehatan yang bersifat promosi dan preventif mendukung usaha dari pemerintah menggiring masyarakat agar berprilaku akan hidup bersih dan sehat (PHBS). Adapun upaya tersebut dilakukan untuk mendukung program-program yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan tidak ada unsur komersil.

Menyikapi kondisi tersebut sesuai dengan pasal 11 Permenkes Nomor 1787/MENKES/PER/XII/2010 tentang Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan bahwa Menteri dapat membentuk Tim dalam upaya Pembinaan dan Pengawasan atas Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan dalam menilai dan mengawasi promosi tersebut baik sebelum dan sesudah ditayangkan agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Begitu juga akan sanksi administrasi akan diberikan kepada yang bersangkutan apabila terjadi pelanggaran yang mana sesuai dengan pasal 14 Permenkes Nomor 1787/MENKES/PER/XII/2010 tentang Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan, apabila yang bersangkutan tidak menghentikan, mengubah, menarik, menghilangkan iklan atau promosi tersebut dalam 7 (tujuh) hari kerja dan akan dijatuhkan sanksi administrasi terhitung paling lama 30 hari kerja dimana tindakan administrasi berupa pencabutan izin praktik mulai dari 1 tahun bahkan bisa untuk selamanya.

Oleh karena itu sangat dibutuhkan adanya kerjasama antara masyarakat dan ketua organisasi profesi bersama MKEK (Majelis Kode Etik Kedokteran) atau MKEKG (Majelis Kode Etik Kedokteran Gigi), MKDKI (Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia), BPPA (Badan Pembinaan dan Pembelaan Anggota), termasuk bidang-bidang organisasi profesi lain serta Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit Indonesia yang terkait dalam mengawasi dan menertibkan kondisi tersebut agar bisa mengembalikan kembali filosofi seorang dokter dengan menanamkan nilai-nilai dari profesi yang luhur, disiplin, beretika dan bermartabat serta patuh terhadap hukum yang berlaku agar masyarakat dapat menikmati layanan kesehatan tanpa terpengaruh dari berbagai iklan yang ditawarkan melalui media sosial sehingga terciptanya dan tertanam nilai profesi yang mulia seorang dokter.

Harapan ke depannya semua dokter menghilangkan sifat akan komersil belaka dan berupaya mengarah kepada hakikatnya demi kebaikan dan kesembuhan serta memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat melalui memproritaskan pemberian informasi yang maksimal dan dapat dipertanggungjawabkan atas kemampuan dari keprofesian seorang dokter karena apabila tindakan promosi yang dilakukan secara berlebihan akan mencederai nilai luhur seorang tenaga medis.

Untuk itulah sangat diperlukan pengawasan dan implementasi serta regulasi atas aturan yang telah ditetapkan agar para tenaga medis tidak terjerat akan masalah hukum dikemudian hari. (“)

Penulis : Dewiwaty
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning